Sejarah Candi Borobudur : Asal Usul, Letak, Relief, Mitos dan Misteri

Siapa tidak kenal nama Candi Borobudur yang merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Candi Buddha yang terletak di Magelang, Jawa Tengah ini termasuk peninggalan bersejarah Indonesia yang menyimpan banyak sekali misteri.

Candi terbesar umat Buddha di dunia sekaligus salah satu warisan kebudayaan dunia yang ditetapkan oleh UNESCO kini telah menjadi salah satu destinasi wisatawan, baik dari dalam negeri, maupun luar negeri.

Peninggalan bersejarah ini tak pernah sepi oleh pengunjung. Namun, ada banyak sekali hal-hal yang belum diketahui secara luas mengenai asal-usul Candi ini, serta pendirinya.

Asal-Usul Candi Borobudur dan Namanya

Terdapat sebuah prasasti yang dianggap memiliki kaitan erat dengan asal-usul Candi Borobudur. Prasasti tersebut bernama  Prasasti Sri Kahulunan yang berasal dari tahun 824 M.

Dalam prasasti tersebut berbunyi: “Kawulan i Bhumi Sambhara”. Bhumi Sambhara diketahui sebagai nama lain dari Borobudur yang berarti tempat pemujaan.

Berdasarkan bukti-bukti dari sejarah, Candi Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring dengan melemahnya pengaruh Hindu dan Buddha di Jawa, serta masuknya pengaruh Islam.

Kata candi sendiri, dalam bahasa Indonesia berarti bangunan keagamaan purbakala. Istilah candi lebih merujuk kepada bangunan purbakala yang berasal dari masa Hindu-Buddha. Nama Borobudur pertama kali ditulis dalam sebuah buku sejarah karya Sir Thomas Stamford Raffles yang berjudul “Sejarah Pulau Jawa”.

Karya Raffles ini diketahui sebagai satu-satunya buku yang pertama kali menyebut nama Borobudur. Meski sebenarnya, terdapat sebuah naskah Jawa kuno – yang memberi petunjuk tentang keberadaan bangunan suci Buddha dan merujuk kepada Candi Borobudur – yaitu Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365.

Dalam naskah tersebut, disebutkan kata Bore-Budur yang kemudian mengalami pergeseran dalam tata bahasa Inggris oleh Raffles menjadi Borobudur karena menyebut desa terdekat dengan candi, yaitu desa Bore.

Raffles juga menyebutkan bahwa istilah Budur bisa saja berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa yang berarti “purba”.

Pada tahun 1950, seorang sejarawan bernama J.G. de Casparis – dalam disertasi untuk gelar doktornya – berpendapat bahwa Candi Borobudur adalah tempat pemujaan.

Merujuk pada sebuah prasasti Karangtengah dari Tri Tepusan, Casparis memperkirakan pendiri Candi Borobudur adalah raja Mataram dari wangsa Syailendra yang bernama Samaratungga.

Samaratungga memulai pembangunan pada tahun 824 M, kemudian diselesaikan oleh putrinya , Ratu Pramudawardhani dan memakan waktu sekitar setengah abad.

Struktur bangunan Candi Borobudur

Candi Borobudur memiliki sekitar 55.000 meter kubik batu andesit yang diangkut dari tambang batu. Batu andesit dipotong menjadi ukuran tertentu, diangkat menuju situs dan disatukan tanpa menggunakan semen.

Pembangunan candi Borobudur tidak menggunakan semen sama sekali, melainkan sistem interlock atau saling mengunci satu sama lain, seperti balok-balok lego yang dapat menempel tanpa perekat.

Candi Borobudur dilengkapi dengan sistem drainase, yaitu pembuangan massa air secara alami, atau buatan dari permukaan, atau bawah permukaan dari suatu tempat.

Drainase pada candi Borobudur bekerja dengan sangat baik untuk wilayah dengan curah hujan yang tinggi. Dalam pencegahan genangan atau banjir, 100 pancuran dipasang di setiap sudut dengan rancangan yang unik berbentuk kepala raksasa kala atau makara.

Tidak seperti candi-candi lain yang dibangun di atas permukaan datar, candi Borobudur justru dibangun di atas bukit alami. Namun dalam teknik pembangunan, candi ini sama seperti yang lain.

Di candi Borobudur, tidak ditemukan ruang-ruang tempat pemujaan, melainkan lorong-lorong panjang yang sempit. Lorong-lorong yang dibatasi dinding ini, mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Struktur candi Borobudur sedikit lebih terlihat seperti piramida berundak.

Menurut legenda, arsitek perancang candi Borobudur bernama Gunadharma. Tak banyak yang diketahui tentang arsitek misterius ini, dikarenakan hanya berasal dari legenda Jawa bukan prasasti bersejarah.

Perancangan candi Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang wajah manusia dari ujung garis rambut sampai ujung dagu, atau seperti jarak satu jengkal. 

Arsitek menggunakan formula ini, untuk menentukan dimensi yang tepat dari suatu fraktal geometri perulangan swa-serupa  dalam rancangan Borobudur. Rasio perbandingan 4:6:9 yang ditemukan pada Borobudur, juga digunakan dalam rancangan bangunan candi Mendut dan Pawon.

Struktur bangunan candi dibagi atas tiga bagian: dasar, tubuh dan puncak. Dasar berukuran 123×123 m dengan tinggi 4 meter. Bagian tubuh candi, terdiri atas lima batur teras bujur sangkar yang makin mengecil di atasnya.

Pada teras pertama mundur 7 meter dari ujung dasar teras. Tiap teras berikutnya, mundur 2 meter, dan menyisakan lorong sempit pada setiap tingkatan. Bagian terakhir, yaitu bagian puncak, terdiri atas tiga teras melingkar.

Tiap teras tingkatan, menopang barisan stupa berterawang yang disusun secara konsentris. Stupa terbesar dan utama berada di tengah dengan pucuk mencapai ketinggian 35 meter dari permukaan tanah.

Tinggi asli candi Borobudur termasuk chattra (payung susun tiga) yang sekarang sudah dilepas adalah 42 meter. Tangga yang terletak di bagian tengah keempat sisi mata angin yang membawa pengunjung menuju bagian puncak monumen melalui beberapa gerbang pelengkung dijaga 32 arca singa.

Pada gawang pintu gerbang, ukiran Kala berada pada puncak tengah lowong pintu, kemudian ukiran Makara menonjol di kedua sisinya.

Pembangunan Candi Borobudur

Banyak ahli arkeologi yang menduga rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal yang sangat besar memahkotai puncak.

Karena massa stupa tunggal yang sangat besar dan berat ini dapat membahayakan tubuh dan kaki candi, sang arsitek pun membongkar stupa raksasa tersebut dan menggantinya dengan tiga barisan stupa kecil dan satu stupa induk seperti yang ada saat ini.

Dalam proses pembangunan Candi Borobudur, terdapat beberapa tahap pengerjaan yang memakan waktu cukup lama.

Tahap pertama

Diperkirakan masa pembangunan candi sekitar tahun 750 – 850 M. Karena Borobudur dibangun di atas bukit, maka diperlukan waktu untuk meratakan bagian atas bukit dan diperluas.

Bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup oleh batu sehingga membentuk seperti cangkang yang membungkus bukit tanah. Awalnya, Borobudur dibangung secara susun bertingkat atau dirancang seperti piramida berundak, namun diubah.

Perubahan tersebut dapat diketahui dengan adanya tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida berundak.

Tahap kedua

Adanya penambahan dua undakan persegi, pagar langkah, dan satu undak melingkar yang di atasnya langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.

Tahap ketiga

Borobudur mengalami perubahan rancang bangunan. Undak atas lingkaran stupa tunggal induk besar dibongkar dan diganti dengan tiga undak lingkaran.

Kemudian, stupa-stupa yang lebih kecil dibangun secara berbaris melingkari pelataran undak-undak ini dengan stupa induk yang besar berada di tengahnya.

Ahli arkeologi memperkirakan bahwa Borobudur awalnya dirancang dengan stupa tunggal yang sangat besar  dan memahkotai batur-batur teras bujur sangkar.

Alasan stupa tunggal besar ini dibongkar adalah karena Borobudur dibangun di atas tanah bukit yang dikhawatirkan mengalami longsor bahkan runtuh akibat tekanan yang terlalu besar pada bagian atasnya.

Untuk menopang agar dinding candi tidak longsor, dibangunlah struktur kaki tambahan yang membungkus kaki asli. Selain menguatkan bagian dasar candi, juga berfungsi sebagai ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak runtuh, dan juga menyembunyikan relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu.

Tahap keempat

Adanya perubahan kecil yaitu penyempurnaan relief, penambahan pagar langkan keluar, perubahan tangga, pelengkung atas gawang pintu dan pelebaran ujung kaki.

Relief Candi Borobudur

Relief Candi Borobudur dikenal sebagai relief yang sangat indah. Mulai dari pola hiasnya yang bergaya naturalis, pembuatannya yang sangat teliti dan halus, dan dianggap sebagai bagian paling anggun dan elegan dalam kesenian dunia Buddha.

Relief Borobudur melukiskan sosok manusia, berbagai tumbuhan dan hewan, serta menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional Nusantara. Sosok manusia yang digambarkan baik bangsawan maupun rakyat jelata.

Relief-relief ini memiliki makna tertentu yang berkenaan dengan aspek kehidupan di masa lampau.

Berikut beberapa bagian relief candi borobudur:

1. Karmawibhangga

Terletak di kaki candi dan menghiasi dinding batur terselubung yang menggambarkan tentang hukum karma atau sebab-akibat. Entah perbuatan baik atau buruk. Relief ini sekarang, hanya dapat dilihat di bagian tenggara candi.

2. Lalitawistara

Menggambarkan riwayat Sang Buddha. Ceritanya dimulai dari turunnya sang Buddha dari surga Tushita hingga berakhir di Taman Rusa dekat kota Banaras. Terletak berderet dari tangga sebelah selatan hingga tangga sisi timur sebanyak 120 relief.

3. Jataka dan Awadana

Jataka merupakan cerita mengenai sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta. Berisi tentang perbuatan-perbuatan baik yang membedakan Sang Bodhisattwa dengan makhluk lain.

Sedangkan Awadana, memiliki arti yang hampir sama dengan Jataka. Namun, yang dimaksud disini bukanlah Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain. Ceritanya juga dihimpun dalam kitab Widyawardana, yang berarti perbuatan mulia kedewaan.

4. Gandawyuha

Relief yang menghiasi dinding lorong ke-2 ini, bercerita tentang Sudhana. Sudhana berkelana tanpa henti dalam usahanya mencari pengetahuan tertinggi tentang kebenaran sejati.

Cerita yang digambarkan pada 460 pigura ini, berdasarkan kitab suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha. Pada bagian penutupnya, didasarkan cerita kitab lain, yaitu Bhadracari.

Misteri dan Mitos Candi Borobudur

Sejak penemuan hingga pencarian dokumen sejarah mengenai asal-usul candi Borobudur yang sangat misterius ini, terdapat juga beberapa mitos yang hingga kini masih tersebar luas dan belum dapat dipastikan kebenarannya. Beberapa misteri dan mitos candi borobudur tersebut adalah:

1. Singa Urung

Yaitu patung berwujud singa yang berada di sebelah kiri dan kanan tangga masuk candi. Singa Urung, dalam bahasa Jawa berarti harimau gagal.

Konon, mitos yang tersebar adalah jika pengunjung yang menaiki patung lalu berkata kasar, ia akan didatangi si singa urung dan dihantui dalam mimpi. Bagi pasangan yang mendekati patung ini, maka akan gagal atau putus.

2. Jam Raksasa

Mitos ini berdasarkan keadaan candi Borobudur yang memiliki 72 stupa berbentuk lonceng terbalik. Stupa utama yang berada di tengah berfungsi sebagai jarum jam, sedangkan stupa di sekelilingnya sebagai penanda.

Sinar matahari yang menghasilkan bayangan untuk stupa besar akan melewati stupa-stupa kecil dibawahnya. Meski demikian, belum diketahui bagaimana cara membaca waktu melalui jam ini secara pasti.

3. Relief tersembunyi

Jika diperhatikan secara mendetail mengenai relief Borobudur, pengunjung akan menemukan relief yang tersembunyi. Relief ini bernama, Kamadhatu.

Terdiri dari 160 relief adegan Sutra Karmawibhangga. Tak banyak yang paham apa yang tergambar pada relief tersebut. Relief inilah yang menggambarkan perbuatan buruk manusia.

4. Danau Purba Candi Borobudur

Menurut penelitian seorang mahasiswa doktoral Departemen Geografi Universitas Gadjah Mada, Helmy Murwanto, candi Borobudur dibangun di atas bekas danau purba. Danau tersebut diperkirakan berusia 10 ribu tahun lalu dan terbentuk pada zaman pleistosen.

Dalam penelitiannya, Helmy juga menyebutkan, bahwa danau tersebut hilang karena mengalami pendangkalan secara alamiah dari material penutup endapan danau berupa hasil aktivitas vulkanis, tektonis, dan gerakan massa tanah serta batuan.

Fakta tentang Candi Borobudur

Beberapa fakta menarik tentang candi Borobudur diantaranya:

1. Kuil Buddha terbesar di dunia

Berdasarkan data dari Guinness World Records, Candi Borobudur ditetapkan sebagai situs kuil Buddha terbesar di dunia karena memiliki luas 15.129 meter persegi, dan tinggi 42 meter, panjang 1 kilometer dan bertingkat 10 dan memiliki stupa sebanyak 72 buah.

2. Bagian candi terbesar di seluruh dunia

Pada tahun 1896, Raja Thailand, Chulalongkom, mengunjungi pulau Jawa dan menyatakan minat untuk memiliki beberapa bagian dari candi ini kepada pemerintah Hindia Belanda.

Permintaan tersebut disetujui, Raja Thailand menerima 5 arca Buddha dengan 30 batu relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang, serta arca penjaga Dwarapala yang pernah berdiri di Bukit Dagi. Saat ini, artefak tersebut dipamerkan di Museum Nasional Bangkok.

4. Berada sejajar dengan Candi lain

Letak candi Borobudur, ternyata berada sejajar dengan dua candi lain, yaitu Candi Pawon dan Candi Mendut. Ketiga candi ini memiliki corak yang sama, yakni corak Buddha Mahayana sehingga disebut juga sebagai tiga candi serangkai.

5. Tidak menggunakan semen

Candi Borobudur dibangun hanya dengan batu batuan andesit yang diangkut dari tambang batu. Candi Borobudur memiliki rumus atau sistem interlock, yaitu saling mengunci satu sama lain seperti lego.

6. Telah dikunjungi oleh banyak orang terkenal

Beberapa diantaranya adalah, Presiden Ukraina, mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, serta Pendiri Facebook, Mark Zuckerberg.

Pendiri Candi Borobudur

Hingga kini, tidak diketahui secara pasti mengenai siapa sebenarnya pendiri candi Borobudur. Seorang sejarawan bernama J.G. de Casparis menyebutkan berdasarkan prasasti Karangtengah dan Tri Tepusan, pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga.

Pembangunan mulai dilakukan sekitar tahun 800 Masehi, dan dilanjutkan oleh sang putri, Ratu Pramudawardhani.

Penemuan Candi Borobudur

Karena suatu alasan yang tidak diketahui pasti, Borobudur sempat terlantar dan tersembunyi selama berabad-abad di bawah lapisan tanah dan debu vulkanik.

Lapisan tanah itu kemudian ditumbuhi pohon-pohon dan semak belukar, hingga Borobudur menjadi benar-benar tak terlihat kecuali hanya menyerupai bukit.

Sekitar tahun 1811 sampai 1816, terjadi peperangan antara Inggris dengan Belanda dalam memperebutkan pulau Jawa, yang kala itu di bawah pemerintahan Inggris.

Pada saat itu, Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal. Ia memiliki minat yang besar terhadap sejarah pulau Jawa. Ia lalu mengumpulkan artefak-artefak antik kesenian Jawa kuno dan membuat catatan tentang sejarah serta kebudayaan pulau Jawa.

Catatannya ini juga berdasarkan dari pertemuannya dengan rakyat setempat dalam perjalanannya mengelilingi pulau Jawa. Berkat kunjungannya ke Semarang tahun 1814, Raffles memerintahkan H.C. Cornelius – seorang insinyur Belanda – untuk menyelidiki keberadaan monumen besar di tengah hutan dekat desa Bumisegoro yang diketahuinya melalui rakyat setempat.

Cornelius beserta 200 bawahannya, menghabiskan waktu selama dua bulan untuk menebang pepohonan dan semak belukar yang menutupi bukit Borobudur. Cornelius menyerahkan sebuah sketsa candi Borobudur ini kepada Raffles.

Penemuan monumen ini menarik perhatian dunia, sehingga Raffles dianggap sangat berjasa karena berhasil menemukan monumen yang pernah hilang.

Pekerjaan Cornelius diteruskan oleh seorang pejabat pemerintah Hindia Belanda di Keresidenan Kedu, Hartmann. Pekerjaan ini selesai pada tahun 1835. Namun, minat Hartmann pada Borobudur lebih bersifat pribadi, sehingga ia tidak menulis laporan atas kegiatannya.

Telah beredar kabar bahwa ia telah menemukan arca Buddha besar di stupa utama. Meski apa yang ditemukannya tetap menjadi misteri, Hartmann tetap menyelidiki bagian kosong pada stupa utama tersebut pada tahun 1842.

Beberapa insinyur telah diperintahkan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk meneliti situs monumen Borobudur. Hingga pada tahun 1873, monograf pertama dan penelitian mendetail tentang Borobudur diterbitkan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis setahun kemudian.

Adapun foto pertama monumen ini diambil tahun 1873 oleh seorang ahli geografi Belanda, Isidore van Kinsbergen. Namun, penemuan ini tak selamanya berbuah baik. Borobudur justru menjadi pendapatan cinderamata curian oleh penjarah candi dan kolektor “pemburu artefak”.

Kepala arca Buddha menjadi bagian yang paling banyak dicuri. Akibat kondisi yang tidak stabil serta pencurian yang terus berlanjut, pada tahun 1882, seorang kepala inspektur artefak budaya menyarankan Borobudur untuk dibongkar dan reliefnya dipindahkan ke museum.

Pemerintah pun menunjuk seorang arkeolog, Groeneveldt, untuk menyelidiki situs Borobudur dan memperhitungkan kondisi aktualnya. Dalam laporan Groeneveldt, ia menyatakan bahwa Borobudur tidak perlu di bongkar dan biarkan saja.

Pemugaran Candi Borobudur

Berkat penemuan ini, pemerintah Hindia Belanda mengambil langkah untuk melestarikan monumen ini. pada tahun 1900, pemerintah  membentuk sebuah komisi untuk meneliti situs ini lebih lanjut.

Komisi ini terdiri dari Brandes, seorang sejarawan seni, Theodoor van Erp, seorang insinyur dan tentara Belanda, serta Van de Kamer, insinyur ahli konstruksi bangunan dari Departemen Pekerjaan Umum.

Tahun 1902, komisi ini mengajukan proposal rencana pelestarian Borobudur. Terdapat tiga langkah dalam proposal tersebut, yakni yang pertama adalah mengatur kembali sudut-sudut bangunan, memindahkan batu yang membahayakan batu lain, memperkuat pagar langkan pertama dan memugar beberapa relung, gerbang, stupa dan juga stupa utama.

Yang kedua, memagari halaman candi, memperbaiki lantai dan pancuran serta memeliharanya. Yang terakhir, semua batuan lepas dan longgar harus segera dipindahkan. Perbaikan ini memakan dana sekitar 48.800 Gulden.

Karena keterbatasan dana saat itu, pemugaran  hanya berpusat pada membersihkan patung dan batu. Kemudian pada tahun 1960, pemerintah Indonesia mengajukan permintaan kepada masyarakat internasional untuk pemugaran besar-besaran demi kelestarian situs Borobudur.

 Sekitar tahun 1975 dan 1982, pemerintah Indonesia dan UNESCO mengambil langkah untuk memperbaiki situs ini secara menyeluruh.

Pemugaran ini diawali dengan membongkar seluruh lima teras bujur sangkar dan memperbaiki sistem drainase dengan menanamkan saluran air ke dalam Borobudur.

Proyek pemugaran ini melibatkan 600 orang dan menghabiskan dana sekitar 6.901.243 dollar AS. Setelah proses renovasi selesai, pada tahun 1991, UNESCO menambahkan candi Borobudur ke dalam daftar Situs Warisan Dunia.

Letak Candi Borobudur

Candi Borobudur terletak di kota Magelang, Jawa Tengah. Meskipun demikian, banyak yang menganggap kalau candi ini terletak di Jogja karena kebanyakan wisatawan berkunjung ke jogja terlebih dahulu baru ke candi borobudur.

Candi Borobudur berada kurang lebih 100 km di sebelah barat daya kota Semarang, 86 km di sebelah barat kota Surakarta, serta 40 km di sebelah barat laut kota Yogyakarta. Alamat lengkap candi Borobudur, yaitu Jl. Badrawati, kec. Borobudur, Kab. Magelang, Jawa Tengah.

Luar biasa cerita soal candi borobudur yang kemegahanya bisa kita saksikan hingga sekarang. Tentu ini membuat kita berfikir bahwa teknologi di masa lalu begitu maju.

Apakah artikel ini membantu?

Terima kasih telah memberi tahu kami!
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari Jurnalponsel.com, pastikan untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Litalia. (). Sejarah Candi Borobudur : Asal Usul, Letak, Relief, Mitos dan Misteri. Diakses pada , dari https://www.jurnalponsel.com/sejarah-candi-borobudur/

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.